Tugas softskill/Etika Profesi Akuntansi/Nama Dosen: Ratih Juwita/Nama Mahasiswa: Dian Harristianingsih/NPM: 22213366/Universitas Gunadarma
ETIKA PROFESI
AKUNTANSI
A.
Definisi Etika
Etika (praksis) diartikan sebagai nilai-nilai atau
norma-norma moral yang mendasari perilaku manusia. Etos didefinisikan sebagai
ciri-ciri dari suatu masyarakat atau budaya. Etos kerja,dimaksudkan sebagai
ciri-ciri dari kerja, khususnya pribadi atau kelompok yang melaksanakan kerja,
seperti disiplin, tanggung jawab, dedikasi, integritas, transparansi dsb.
Etika
(umum) didefinisikan sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Dengan kata
lain, etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma moral.
Etika (luas) berarti keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh
masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan
kehidupannya.Etika (sempit) berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang
berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Karena
berfungsi sebagai panduan, prinsip-prinsip moral tersebut juga berfungsi
sebagaikriteria untuk menilai benar/salahnya perbuatan/perilaku.
Tuntutan profesional sangat erat hubungannya
dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan
dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan
dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua
profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya,
karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi semua orang,
juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.
1)
Pertama, prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah
satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan
sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang
profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri
menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata,
dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab
menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan dengan
kata lain. Ia sendiri dapat mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu
berdasarkan tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait
langsung dengan profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga
bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan
orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat
dimana profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak
disengaja, ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa
macam-macam. Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai
telah melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya.
2)
Prinsip kedua adalah prinsip keadilan . Prinsip ini
terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia
tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang
dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar
dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa
profesionalnya .prinsip “siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama”
merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang
seluas-luasnya .jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan
pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi
bahwa mutu dan itensitas pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang
miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai. Hal ini
dapat kita lihat dari beberapa kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit,
yang mana rumah sakit tersebut seringkali memprioritaskan pelayanan kepada
orang yang dianggap mampu untuk membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi
mereka melakukan hal sebaliknya kepada orang miskin yang kurang mampu dalam
membayar biaya pengobatan. Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan
etika profesi, profesional dan profesionalisme, karena keprofesionalan
ditujukan untuk kepentingan orang banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan
status atau tingkat kekayaan orang tersebut.
3)
Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih
merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar
agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya
ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum
profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak
luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama
ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai
otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan
pelaksanaan profesi tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum profesional
itu bisa secara bebas mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan
kreasi tertentu yang kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan
kepentingan masyarakat luas. Namun begitu tetap saja seorang profesional harus
diberikan rambu-rambu / peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk membatasi /
meminimalisir adanya pelanggaran yang dilakukan terhadap etika profesi, dan
tentu saja peraturan tersebut ditegakkan oleh pemerintah tanpa campur tangan
langsung terhadap profesi yang dikerjakan oleh profesional tersebut.
Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab profesional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain. Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan kepentingan bersama. Dengan kata lain, kaum profesional memang otonom dan bebas dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab profesional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain. Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan kepentingan bersama. Dengan kata lain, kaum profesional memang otonom dan bebas dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
4)
Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan
ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah
juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia
mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan
juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip
ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam
menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta
citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri
untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang
dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya. Karena itu, pertama, ia tidak
akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau
melakukan tindakan yang melanggar niali uang dijunjung tinggi profesinya.
Seorang hakim yang punya integritas moral yang tinggi menuntut dirinya untuk
tidak mudah kalah dan menyerah atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara
yang bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai nilai tertinggi yang
diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang,
bahkan terhadap ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi
mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau
bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral, khususnya nilai yang melekat
pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini terutama diperlihatkan dengan
mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia rela mati hanya demi
memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu. Dengan kata lain,
prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut punya pendirian yang
teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang dianut profesinya. Biasanya
hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara langsung oleh pelaku
profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru lulus dari fakultas
kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh profesi kedokterannya
tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang) dokter tersebut dalam
melayani masyarakat.
SUMBER: http://prinsip-prinsipetikaprofesi.blogspot.co.id/
C. BASIS TEORI ETIKA
1) Etika Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos
yang memiliki arti tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya suatu tindakan
yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan dari tidakan yang telah dilakukan. Dalam tori teleologi terdapat
dua aliran, yaitu.
·
Egoisme
etis : Inti pandangan dari egoisme adalah
tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan
pribadi dan memajukan diri sendiri.
·
Utilitarianisme
: Berasal dari bahasa Latin yaitu utilis yang memiliki arti bermanfaat. Menurut
teori ini, suatu perbuatan memiliki arti baik jika membawa manfaat bagi seluruh
masyarakat ( The greatest happiness of the greatest number ).
2) Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu deon
yang memiliki arti kewajiban. Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini
baik dan perbuatan itu harus ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan
menjawab “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan arena perbuatan
kedua dilarang”. Pendekatan deontologi sudah diterima oleh agama dan merupakan
salah satu teori etika yang penting.
3) Teori Hak
Dalam pemikiran moral saat ini, teori hak merupakan
pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu
perbuatan atau perilaku. Teori hak ini merupakan suatu aspek dari teori
deontologi karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas martabat
manusia dan martabat semua manusia adalah sama. Oleh karena itu, hak sangat
cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4) Teori Keutamaan ( Virtue )
Dalam teori keutamaan memandang sikap atau akhlak
seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik
secara moral.
1. LINGKUNGAN
BISNIS YANG MEMPENGARUHI ETIKA
Etika
bisnis merupakan suatu rangkaian prinsip/aturan/norma yang harus diikuti
apabila menjalankan bisnis. Etika sebagai norma dalam suatu kelompok
bisnis akan dapat menjadi pengingat anggota bisnis satu dengan lainnya mengenai
suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang selalu harus dipatuhi dan
dilaksanakan. Etika didalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh
orang-orang yang berada dalam lingkungan bisnis yang terkait tersebut.
Etika
bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis
yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran disini
yang dimaksud adalah etika standar yang secara umum dapat diterima dan diakui
prinsip-prinsipnya baik oleh masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
untuk terciptanya etika
didalam bisnis yang sesuai dengan budi pekerti luhur, ada beberapa yang perlu
diperhatikan, antara lain :
·
Pengendalian diri
·
Pengembangan tenggung jawab social
·
Mempertahankan jati diri
·
Menciptakan persaingan yang sehat
·
Menerapkan konsep pembangunan yang
berkelanjutan.
Adapun
hal-hal yang perlu dihindari agar terciptanya etika didalam bisnis yang baik
yaitu menghindari sikap 5K
·
Katabelece
·
Kongkalikong
·
Koneksi
·
Kolusi, dan
·
Komisi
2. KESALING
TERGANTUNGAN ANTARA BISNIS DAN MASYARAKAT
Perusahaan
yang merupakan suatu lingkungan bisnis juga sebuah organisasi yang memiliki
struktur yag cukup jelas dalam pengelolaannya. ada banyak interaksi antar
pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan
untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi.
baik di dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun
hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. untuk itu etika ternyata
diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu
sendiri. Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran
jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Berikut adalah beberapa
hubungan kesaling tergantungan antara bisnis dengan masyarakat:
·
Hubungan antara bisnis dengan langganan
/ konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
1) Kemasan
yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan
perbandingan harga terhadap produknya.
2) Bungkus
atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
3) Pemberian
servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis.
·
Hubungan dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan
pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
·
Hubungan antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
·
Hubungan dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
·
Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
3. KEPEDULIAN
PELAKU BISNIS TERHADAP ETIKA
Etika
bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu
untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang
tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku
etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan
hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu
sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik
bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain
bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolak
ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika
selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah
keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini
berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar
hukum.
Dalam
menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain
pengendalian diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi, pengembangan tanggung jawab sosial,
mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat,
menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal
yang benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang
telah disepakati bersama dan lain sebagainya.
4. PERKEMBANGAN
DALAM ETIKA BISNIS
Kegiatan
perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika
untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu
dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan
contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis.
5. ETIKA
BISNIS DALAM AKUNTANSI
Kegiatan
perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika
untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu
dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan
contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis.
6. ETIKA
BISNIS DAN AKUNTAN
Amerika Serikat
yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat ilmu
pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal
bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku bisnis
dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat. Banyak
perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui
melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset), disamping
melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu perusahaan
terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah
melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat
beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika
Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar
di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran
US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal
kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan
menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan
mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.
SUMBER
: http://ikkyfadillah.tumblr.com/post/100288234694/perilaku-etika-dalam-bisnis
ETIKA PROFESI AKUNTANSI
PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI
Akuntansi sebagai Profesi dan Peran Akuntan
Akuntan merupakan sebuah
profesi yang bisa disamakan dengan bidang pekerjaan lain, misalnya hukum atau
teknik. Akuntan adalah orang yang memiliki keahlian dalam bidang akuntansi. Di
Indonesia, akuntan tergabung dalam satu wadah bernama Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI). Profesi akuntan dapat dibedakan sebagai berikut:
Akuntan Intern, yaitu
orang yang bekerja pada suatu perusahaan dan bertanggung jawab terhadap laporan
keuangan. Akuntan intern bertugas menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan
keuangan, menyusun anggaran, menangani masalah perpajakan, serta memeriksa
laporan keuangan.
Akuntan Publik, yaitu
orang yang bekerja secara independen dengan memberikan jasa akuntansi bagi
perusahaan atau organisasi nonbisnis. Jasa yang ditawarkan berupa
pemeriksaan laporan keuangan sehingga sesuai dengan standar akuntansi
keuangan. Jasa lainnya berupa konsultasi perpajakan dan penyusunan laporan
keuangan.
Akuntan Pemerintah,
Yaitu orang yang bekerja pada lembaga pemerintahan. Akuntan ini bertugas
memeriksa keuangan dan mengadakan perencanaan sistem akuntansi. Misalnya
Badan Pengawas Keuangan (BPK), dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP).
Akuntan Pendidik, yaitu
orang yang bertugas mengembangkan dan mengajarkan akuntansi. Misalnya dosen dan
guru mata pelajaran akuntansi.
Etika profesi akuntan
Etika merupakan
persoalan penting dalam profesi akuntan. Etika tidak bisa dilepaskan dari peran
akuntan dalam memberikan informasi bagi pengambilan keputusan. Pada prinsip
etika profesi dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan tentang
pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan,
dan rekan. Prinsip etika profesi akuntan dapat dijelaskan sebagai berikut:
·
Memiliki pertimbangan moral dan
profesional dalam tugasnya sebagai bentuk tanggung jawab profesi.
·
Memberikan pelayanan dan menghormati kepercayaan
publik.
·
Memiliki integritas tinggi dalam
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik.
·
Menjunjung sikap obyektif dan bebas dari
kepentingan pihak tertentu.
·
Melaksanakan tugas dengan kehati-hatian
sesuai kompetensi dalam memberikan jasa kepada klien.
·
Menjaga kerahasiaan informasi dan tidak
mengungkapkan informasi tanpa persetujuan.
·
Menjaga reputasi dan menjauhi tindakan
yang mendiskreditkan profesinya.
Ekspektasi Publik
Masyarakat umumnya
mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang akuntansi. Ini
berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih dibidang ini
dibandingkan dengan orang awam.
Selain itu masyarakat
pun berharap bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku
dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan
kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dengan demikian unsur
kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antara akuntan
dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Nilai-nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing
Sebagain besar akuntan
dan kebanyakan bukan akuntan memegang pendapat bahwa penguasaan akuntansi dan
atau teknik audit merupakan sejata utama proses akuntansi. Tetapi beberapa
skandal keuangan disebabkan oleh kesalahan dalam penilaian tentang kegunaan
teknik atau yang layak atau penyimpangan yang terkait dengan hal itu. Beberapa
kesalahan dalam penilaian berasal dari salah mengartikan permasalahan
dikarenakan kerumitannya, sementara yang lain dikarenakan oleh kurangnnya
perhatian terhadap nilai etik kejujuran, integritas, objektivitas, perhatian,
rahasia dan komitmen terhadap mendahulukan kepentingan orang lain dari pada
kepentingan diri sendiri.
Integritas: setiap
tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran
dan konsisten.
Kerjasama: mempunyai
kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.
Inovasi: pelaku profesi
mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.
Simplisitas: pelaku
profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah
yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Teknik akuntansi
(akuntansi technique) adalah aturan aturan khusus yang diturunkan dari prinsip
prinsip akuntan yang menerangkan transaksi transaksi dan kejadian kejadian
tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.
Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan publik
Setiap profesi yang
menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat
yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan
menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi
terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota
profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional
bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi
akuntan.Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
·
Prinsip Etika.
·
Aturan Etika.
·
Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan
kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional
oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh
anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
Kode Perilaku Profesional
Perilaku etika merupakan
fondasi peradaban modern. Etika mengacu pada suatu sistem atau kode perilaku
berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan bagaimana seorang individu harus
berperilaku dalam masyarakat. Profesionalisme didefinisikan secara luas mengacu
pada perilaku, tujuan dan kualitas yang membentuk karakter atau ciri suatu
profesi atau orang-orang profesional. Seluruh profesi menyusun aturan atau kode
perilaku yang mendefinisikan perilaku etika bagi anggota profesi tersebut.
Prinsip-prinsip Etika : IFAC, AICPA, IAI
Kode etik AICPA terdiri
atas dua bagian:
·
Prinsip-prinsip Perilaku Profesional
(Principles of Profesionnal Conduct); menyatakan tindak – tanduk dan perilaku
ideal.
·
Aturan Perilaku (Rules of Conduct);
menentukan standar minimum.
Enam Prinsip-prinsip Perilaku Profesional:
1. Tanggung Jawab: Dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang
profesional,anggota harus menjalankan pertimbangan moral dan profesional secara
sensitive.
2. Kepentingan Publik: Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak
sedemikian rupa demi melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas: Untuk memelihara dan memperluas keyakinan publik, anggota harus
melaksanakan semua tanggung jawab profesinal dengan ras integritas tertinggi.
4. Objektivitas dan Independensi: Seorang anggota harus memelihara
objektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab
profesional.Seorang anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi
dalam faktadan penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya
5. Kehati-hatian (due care): Seorang anggota harus selalu mengikuti
standar-standar etika dan teknis profesi terdorong untuk secara terus menerus
mengembangkan kompetensi dan kualitas jasa, dan menunaikan tanggung jawab
profesional sampai tingkat tertinggi kemampuan anggota yang bersangkutan
6. Ruang Iingkup dan Sifat Jasa: Seorang anggota dalam praktik publik harus
mengikuti prinsip-prinsip kode Perilaku Profesional dalam menetapkan ruang
lingkup an sifat jasa yang diberikan
Prinsip-prinsip
Fundamental Etika IFAC :
1. Integritas : Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur
dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
2. Objektivitas : Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh
membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang
lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.
3. Kompetensi profesional dan kehati-hatian : Seorang akuntan professional
mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional
secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien
atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas
perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan
profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar
profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar
professional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
4. Kerahasiaan : Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaan
informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis
serta tidak boleh mengungkapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa
izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat
hak profesional untuk mengungkapkannya.
5. Perilaku Profesional : Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum
dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
·
Prinsip Etika Profesi Menurut
IAI
Prinsip Etika memberikan
kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa
profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi
seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan
dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan
Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh
Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
Prinsip Etika Profesi
dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan
tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini
memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan
landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta
komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan
pribadi.
Tujuan profesi akuntansi
adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi,
mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar yang harus
dipenuhi :
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem
informasi.
2. Profesionalisme. Diperlukan individu yang denga jelas dapat
diindentifikasikan oleh pamakai jasa akuntan sebagai profesional dibidang
akuntansi.
3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh
dari akuntan diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa
terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemebrian jasa oleh akuntan.
Prinsip Etika Profesi
Akuntan :
1) Tanggung
Jawab Profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
2) Kepentingan
Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.
3) Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4) Obyektivitas
Setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5) Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
6) Kerahasiaan
Setiap
anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya.
7) Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8) Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas.
ATURAN DAN INTERPRETASI ETIKA
Interpretasi Aturan
Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh
Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi
yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika
sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Aturan Etika :
– Independensi,
Integritas, dan Obyektifitas
– Standar
Umum dan Prinsip Akuntansi
– Tanggungjawab
kepada Klien
– Tanggungjawab
kepada Rekan Seprofesi
– Tanggung
jawab dan praktik lain
Interpretasi Etika :
Dalam prakteknya tak ada
etika yang mutlak.Standar etika pun berbeda-beda pada sebuahkomunitas sosial,
tergantung budaya, norma,dan nilai-nilai yang dianut oleh
komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah
kawasan regional, negara,agama, maupun komunitas group. Tak ada etika yang
universal.
REFERENSI
·
IAI KAP. Aturan Etika Profesi Akuntan
Publik
·
Badjuri Achmad. Peranan Etika Akuntan
Terhadap Pelaksanaan Fraud Audit No 3 vol 9.Desember, 2010.
·
Robiatul Auliyah. Sociological Perspective
on Auditing: Postmodernisme Perspective Internal Auditor dan Dilema Etika. No 1
Vol 4. April 2011
Etika dalam
Auditing
Etika
Auditing adalah suatu sikap dan perilaku mentatati ketentuan dan norma
kehidupan yang berlaku dalam suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan
menilai bukti-bukti secara objektif, yang berkaitan dengan asersi-asersi
tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi.
Etika
dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu
entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang
yang kompeten dan independen.
1. Kepercayaan
Publik
Kepercayaan
masyarakat terhadap auditor sangat diperlukan bagi perkembangan profesi akuntan
publik. Dengan adanya kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat tersebut, akan
menambah klien yang akan menggunakan jasa auditor. Untuk mendapatkan
kepercayaan dari klien, auditor harus selalu bertanggung jawab terhadap laporan
yang diperiksa dan mengeluarkan hasil yang sebenar-benarnya, jujur dalam
bekerja.
Profesi
akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan
ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku
akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat
dan negara.
2. Tanggung
Jawab Auditor kepada Publik
Profesi
akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran
dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Auditor harus memiliki
tanggung jawab terhadap laporan keuangan yang sedang dikerjakan.
Tanggung
jawab disini sangat penting bagi auditor. Publik akan menuntut sikap
profesionalitas dari seorang auditor, komitmen saat melakukan pekerjaan. Atas
kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara
terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.
Dalam
kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap
klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani secara keseluruhan.
Ada 3 karakteristik dan
hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh auditor kepada publik,
antara lain:
a. Auditor
harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.
b. Auditor
harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
c. Auditor
harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab
mereka.
3. Tanggung
Jawab Dasar Auditor
The Auditing Practice
Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun
1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor.
1) Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan, Seorang auditor perlu merencanakan, mengendalikan
dan mencatat pekerjan yang ia lakukan, agar apa yang telah dilakukan oleh
auditor dapat dibaca oleh yang berkepentingan.
2) Sistem
Akuntansi, Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan
pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan.
3) Bukti
Audit, Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk
memberikan kesimpulan rasional. Dan harus memperoleh bukti yang sangat
bermanfaat dalam mengaudit laporan keuangan.
4) Pengendalian
Intern, Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian
internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan
compliance test.
5) Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan, Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan
keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil
berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional
atas pendapat mengenai laporan keuangan.
4. Independensi
Auditor
Independensi
adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain (Mulyadi dan Puradireja, 2002: 26). Dalam SPAP (IAI,
2001: 220.1) auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah
dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum
(dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Terdapat tiga
aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
1) Independence
in fact (independensi dalam fakta). Artinya auditor harus mempunyai
kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
2) Independence
in appearance (independensi dalam penampilan). Artinya pandangan pihak
lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
3) Independence
in competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensi dari
sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Independensi
berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang
lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya. Independensi akuntan publik mencakup beberapa
aspek, yaitu :
1) Independensi
sikap mental, Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri
akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang
obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.
2) Independensi
penampilan. Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa
akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari
faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya.
Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap
independensi akuntan publik.
3) Independensi
praktisi (practitioner independence) Independensi praktisi berhubungan
dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang
wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan
verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup
tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan progran, independensi investigatif,
dan independensi pelaporan.
4) Independensi
profesi (profession independence) Independensi profesi berhubungan dengan
kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
5. Peraturan
Pasar Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik
Undang
undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang
lebih spesifik yaitu, “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Pasar
modal memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia.
institusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal
atau Bapepam.
Bapepam
mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada
para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum,
menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar
modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal. Penilaian kecukupan peraturan
perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup beberapa komponen
analisa yaitu;
a. Ketentuan
isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada
publik dan BAPEPAM,
b. Ketentuan
BAPEPAM tentang penerapan internal kontrol pada emitmen atau perusahaan publik,
c. Ketentuan
Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau perusahaan publik,
d. Ketentuan
tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.
Seperti regulator pasar modal lainnya
Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran
kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran
umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar
modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu tugas pengawasan Bapepam adalah
memberikan perlindungan kepada investor dari kegiatan-kegiatan yang merugikan
seperti pemalsuan data dan laporan keuangan, window dressing,serta
lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan pelaksana di bidang pasar modal.
Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam
sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan
kereablean data yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun
dalam laporan keuangan emiten. Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh
Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit
Di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1)
Periode Audit Periode yang mencakup
periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review, atau atestasi
lainnya.
2)
Periode Penugasan Profesional Periode
penugasan untuk melakukan pekerjaan atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada
Bapepam dan Lembaga Keuangan.
3)
Anggota Keluarga Dekat Istri atau suami,
orang tua, anak baik di dalam maupun di luar tanggungan, dan saudara kandung.
4)
Fee Kontinjen, Fee yang
ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan dibebankan
apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung
pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
5)
Orang Dalam Kantor Akuntan Publik, Orang
yang termasuk dalam penugasan audit, review, atestasi lainnya, dan/atau non
atestasi yaitu: rekan, pimpinan, karyawan professional, dan/atau penelaah yang
terlibat dalam penugasan.
SUMBER
: http://ikkyfadillah.tumblr.com/post/100288234694/perilaku-etika-dalam-bisnis