Kamis, 22 Oktober 2015

PENALARAN. BERPIKIR DEDUKTIF DAN BERPIKIR INDUKTIF


TUGAS KELOMPOK BAHASA INDONESIA 2
“PENALARAN. BERPIKIR DEDUKTIF DAN BERPIKIR INDUKTIF”









NAMA ANGGOTA :
1. Dian Harristianingsih/22213366
2. Nisa Amelia/26213464
3. Ratu Sangga Aqhsoya/27213327
4. Roro Washil Nabila Robby/28213087
5.Windi Shintia Dewi/2A213519





3EB16

UNIVERSITAS GUNADARMA






DAFTAR ISI

i.                    Cover        ………………………………………………………………. 01
ii.                  Daftar Isi   ………………………………………………………………. 02
iii.                Kata Pengantar     ………………………………………………………. 03
iv.                Pendahuluan         ………………………………………………………. 04
v.                  Isi  ………………………………………………………………………. 05
1.      Penalaran         ………………………………………………………. 05-07
2.      Berpikir Deduktif       ………………………………………………. 07-08
3.      Berpikir induktif         ………………………………………………. 09-11
vi.                Penutup     ………………………………………………………………. 12
vii.              Daftar Pustaka      ………………………………………………………. 13











KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Penalaran, Berfikir Deduktif, dan Berfikir Induktif ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Rini Sawitri selaku Dosen mata kuliah Bahasa Indnesia 2 yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan juga bagaimana membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenandan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Jakarta,  Oktober 2015


Penyusun









PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pentingnya mengetahui pengertian dari penalaran, penalaran deduktif dan penalaran induktif dapat membedakan antara penalaran deduktif dan penalaran induktif di zaman sekarang dimana kaimat kaimat di Indonesia yang semakin berkembang .Serta keharusan untuk mampu mengapikasikan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dalam sebuah kalimat.
Penalaran merupakan proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Selain penalaran bagian dari penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif akan kita ketahui pada makalah ini serta sub sub dalam penalaran/berfikir deduktif maupun induktif.

Rumusan Masalah
·         Apa pengertian penalaran itu, proposisi ,dan jenis jenis proposisi dan bentuk-bentuk proposisi ?
·         Apa itu penalaran deduktif ?
·         Apa itu penalaran induktif ?
Tujuan Pembahasan
Diharapkan pembaca mengetahui pengertian dari penalaran, penalaran deduktif dan penalaran induktif. Diharapkan juga agar pembaca dapat membedakan antara penalaran deduktif dan penalaran induktif serta mampu mengapikasikannya dalam kalimat.








ISI
I.                   Penalaran Ilmiah

·         Pendahuluan
Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruh isi kap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya betindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara.

·         Pengertian Penalaran
Penalaran (reasoning, jalan pikiran) adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan.

·         Proposisi
Proposisi adalah pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.

·         Inferensi dan Implikasi
Ø  Inferensi
Kata inferensi berasal dari bahasa latin inferre yang berarti menarik kesimpulan.
Inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada.
Ø  Implikasi
Kata implikasi berasal dari bahasa latin implicare yang berarti melibat atau merangkum.
Implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri.

·         Wujud Evidensi
Evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur-campurkan dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan.



·         Cara Menguji Data
Supaya data dan informasi dapat dipergunakan dalam penalaran data dan informasi itu harus merupakan fakta. Di bawah ini akan dikemukan beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengadakan pengujian tersebut.

a.       Observasi
Observasi adalah fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis.

Contoh : Nina mengabarkan bahwa di Kebun Raya Bogor terdapat sebuah kolam,karena ia pernah berkunjung kesana.

b.      Kesaksian
Yang dimaksud kesaksian disini adalah tidak hanya mencakup apa yang didengar langsung dari seseorang yang mengalami suatu perristiwa,tetapi
juga diketahui melalui buku-buku,dokumen-dokumen dan sebagainya.

Contoh : Seorang pengajar arkeologi tidak perlu menyelidiki sendiri reruntuhan atau peninggalan-peninggalan di Lembah Sungai Indus untuk menguraikan peersoalan Ilmu Purbakala India kepada mahasiswanya.

c.       Autoritas
Autoritas adalah kesaksian ahli yang diberikan oleh seseorang,sebuah komisi,atau suatu badan atau kelompok yang dianggap berwenang untuk itu.

·         Cara Menilai Autoritas
a.       Tidak mengandung prasangka
Artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri,atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya.

b.      Pengalaman dan pendidikan autoritas
Pendidikan serta pengalaman-pengalaman sebagai tampak dari tulisan-tulisan hasil penelitiannya akan memberi keyakinan pada penulis tentang autoritasnya.

c.       Kemashuran dan pretise
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjsi terkenal prestise tertentu dianggap berwenag pula dalam segala bidang.Selama yang dikatakan hanya merupakan pendapat,maka tidak menjadi masalah.Tetapi sangat menyedihkan bila pendapatnya itu dikutip dan diperlalkukan sbagai suatu autoritas tanpa mengadakan penelitian sampai dimana kebenaran pendapat itu dan dasar dasar mana yang dipakai untuk menyusun pendapat pendapat itu.

d.      Koherensi dengan kemajuan
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa pendapat itu terbaik tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terakhir dari ahli ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkankarena autoritas autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya.

II.                Berpikir Deduktif

·         Konsep berpikir deduktif
Dalam induksi,untuk menurunkan suatu kesimpulan,penulis harus mengumpulkan bahan bahan atau fakta fakta terlebih dahulu.Akan tetapi dalam penalaran yang bersifat deduktif penulis tidak perlu mengumpulkan fakta fakta.yang perlu baginya adalh proporsi umum dan suatu proporsi yang bersifat mengidentifiksi suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan proporsi umum sebelumnya.

·         Konsep bernalar dalam karangan
Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain. 
Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi dua: 1) deduktif; dan 2) induktif. Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de danducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum/universal. Perihal khusus tertsebut secara implisitter kadung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual.

·         Silogisme kategorial
Silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi yang ketiga.
Secara khusus silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga proporsi kategorial yang disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu.

Contoh :
Semua buruh adalah manusia pekerja
Semua tukang batu adalah buruh
Jadi,semua tukang batu adalah manusia pekerja

·         Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese.silogisme hipotesis bertolak dari suatu pendirian bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi.

Contoh :
Jika tidak turun hujan,maka panen akan gagal
Hujan tidak turun
Sebab itu panen gagal

Atau

Jika tidak turun hujan,panen akan gagal
Hujan turun
Sebab itu panen tidak gagal

·         Silogisme alternatif
Silogisme alternatif atau silogisme disjungtif disebut demikian karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif,yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan kemungkinan atau pilihan pilihan.Sebaliknya proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya.

Contoh :
Ayah ada di kantor atau di rumah
Ayah ada di kantor
Sebab itu,ayah tidak ada di rumah


III.             Berpikir Induktif
·         Konsep berpikir induktif
·         Konsep bernalar dalam karangan
·         Konsep generalisasi
Generalsasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi.Generalisasi hanya akan memiliki makna yang penting kalau kesimpilan yang diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu,tetapi juga harus berlaku pada fenomena fenomena lain yang sejenis yang belum diselidiki.

Contoh :
Buah kelapa dapat dijadikan sebagai bahan makanan dan minuman yang segar. Takhan ya buahnya, kayu pohon kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Sedangkan pelapahnya dapat dijadikan sapa uijuk. Bahkan akarnya pun bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Oleh karena itu pohon kelapa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

·         Hipotesisdanteori
Hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab sebab atau relasi antara fenomena fenomena,sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena fenomena yang relevan atau sejenis.

·         Analogi
Analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain,kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain.

Contoh :
Nina adalah tamatan Fakultas Ekonomi Universitas Omega.Ia telah memberikan prestasi yang luar biasa pada perusahaan Omikron,tempat ia bekerja.Ia telah mengajukan banyak usul mengenai cara pemecahan atas kesulitan kesulitan yang dihadapi perusahaannya.Pada waktu penerimaan pegawai pegawai baru,Direktur Perusahaan langsung menerima Tomi,karena Tomi adalah seorang alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Omega,sepertihalnya nina.Semua pelamar pelamar lain diabaikan begitu saja.Menurut logika direktur,pasti ia memiliki juga kecerdasan dan kualias yang sama atau sekurang kurangnya sama dengan Nina.

·         Hubungan kausal
-          Se bab Akibat
Hubungan sebab akibat mula mula bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai sebab yang diketahui,kemudian bergerak maju menuju ke sebuah kesimpulan sebagai efek atau akibat yang terdekat.

Contoh :
Saat ini banyak hutan yang telah beralih fungsi menjadi tempat permukiman. Mereka memaksa semua binatang yang ada di dalamnya untuk pergi dari rumah mereka. Takhan yaitu, perburuan yang massif pun sering terjadi. Para pemburu dengan seenaknya membunuh binatang – binatang yang ada. Akibatnya, binatang – binatang sekarang berada di ambang kepunahan.

-          Akibat ke Sebab
Merupakan proses berpikir yang induktif juga dengan bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang diketahui,kemudian bergerak menuju sebab sebab yang mungkin elah menimbulkan akibat tadi.

Contoh :
Cuaca saat ini menjadi semakin panas. Bahkan kita tidak bisa lagi memprediksi datangnya musim karena sudah tidak pasti lagi kapan datangnya. Cuaca yang sangat panas ini diikuti oleh melelehnya gunung – gunung es yang ada di kutub utara sehingga menaikan volume permukaan air laut. Hal ini sungguh sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Tetapi bagian ironisnya adalah bahaya – bahaya tersebut, disebabkan oleh perilaku manusia sendiri yang memicu terjadinya global warming.

-          Akibat ke Akibat
Merupakan proses penalaran yang bertolak dari suatu akibat menuju suatu akibat yang lain,tanpa menyebut atau mencari sebab umum yang menimbulkan kedua akibat tadi.

Contoh :
Kerusuhan yang terjadi pada beberapa puluh tahun yang lalu membuat uang sangat sulit di dapat. Banyak uang yang hilang terbakar maupun rusak. Oleh karena itu, pemerintah kembali mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk mengganti uang-uang yang hilang tersebut. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh pemerintah saat itu membuat uang yang beredar di masyarakat cukup banyak dan terjadilah hyper inflasi. Akibatnya, uang menjadi tidak berharga dikarenakan peredarannya yang sangat banyak dan juga terjadi krisis moneter.

·         Induksi dalam metode eksposisi
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini beri si uraian atau penjelasan tentang suatu topic dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya berisi uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.

Langkah menyusun eksposisi:

• Menentukan topik/tema
• Menetapkan tujuan
• Mengumpulkan data dari berbagai sumber
• Menyusunkerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
• Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.

Contoh :
Ozone therapy adalah pengobatan suatu penyakit dengan cara memasukkan oksigen ,urni dan ozon berenergi tinggi kedalam tubuh melalui darah. Ozone therapy merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, baik untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita maupun sebagai pencegah penyakit.













    

PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil makalah tentang penalaran dan jenis-jenisnya di atas, maka dapat disimpulkan bahwa banyak sekali yang dapat kita pelajari dari penalaran tersebut.  Bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa umum yang kebenarannya telah diketahui, dan berakhir pada suatu kesimpulan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisas.
Penalaran Induktif adalah Proses yang berpangkal dari peristiwa yang khusus yang dihasilkan berdasarkan hasil pengamatan empirik dan mengjasilkan suatu kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat umum.

Saran
Dengan adanya makalah ini di harapkan para pembaca lebih memahami pengertian proposisi dan bagian bagian dari proposisi.

















Daftar Pustaka
Keraf, Gorys, “Narasi dan Argumentasi”






























Kamis, 18 Juni 2015

KASUS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

Sengketa adalah perilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

Sengketa tersebut bisa diselesaikan dengan 3 cara yaitu; mediasi, arbitrase, dan negosiasi
Mediasi, adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan di antara para pihak dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut Mediator, dengan tujuan tercapainya kesepakatan damai dari pihak bersengketa. Berbeda dengan hakim dan Arbiter, Mediator hanya bertindak sebagai fasilitator pertemuan dan tidak memberikan keputusan atas sengketa – para pihak sendiri yang memegang kendali dan menentukan hasil akhirnya, apakah akan berhasil mencapai perdamaian atau tidak.
Dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 30 tahun 1999, Arbitrasi merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa dengan cara menyerahkan kewenangan kepada pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut Arbiter, untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan terakhir. Arbitrase mirip dengan pengadilan, dan Arbiter mirip dengan hakim pada proses pengadilan
Negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu dan berbicara untuk mencapai suatu kesepakatan. Perbedaan kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu dan berbicara untukmencapai suatu kesepakatan. Perbedaan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu titik temu dan dasar motivasi untuk mencapai kesepajatan baru.
                                                   



CONTOH KASUS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAN DI INDONESIA

Pada prinsipnya penegakan hukum hanya dilakukan oleh kekuasaan kehakiman (judicial Power) yang secara konstitusional lazim disebut badan yudikatif (Pasal 24 UUD 1945). Dengan demikian, maka yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa hanya badan peradilan yang bernaung di bawah kekuasaan kehakiman yang berpuncak di Mahkamah Agung. Pasal 2 UU No. 14 Tahun 1970 secara tegas menyatakan bahwa yang berwenang dan berfungsi melaksanakan peradilan hanya badan-badan peradilan yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Diluar itu tidak dibenarkan karena tidak memenuhi syarat formal dan official serta bertentangan dengan prinsip under the authority of law. Namun berdasarkan Pasal 1851,1855,1858 KUHPdt, Penjelasan Pasal 3 UU No. 14 Tahun 1970 serta UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka terbuka kemungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (non litigasi), seperti arbitrase atau perdamaian (islah).
Sumber Hukum Ekonomi Syariah:
1.      Sumber Hukum Acara :
a.       Sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
b.      HIR untuk wilayah jawa dan Madura
c.       RBG untuk wilayah luar jawa dan Madura
d.      BW dalam Buku IV tentang pembuktian pasal 1865-pasal 1993
e.       WvK dalam staablat 1847 no 23

2.      Sumber Hukum Materiil Ekonomi Syariah:
a.       Nash Al Quran
b.      Nash Al Hadist
c.       Peraturan Perundang-undangan
d.      Fatwa Dewan Syariah Nasional
e.       Akad perjanjaian ( Kontrak )
f.       Adat Kebiasaan
g.      Yurisprudensi.


A.    Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Pengadilan Agama
Dalam era reformasi hingga saat ini, telah terjadi tiga kali perubahan  terhadap Pasal-pasal dalam UUD 45. Salah satu perubahannya terdapat pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa kekuasaan  kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan  Badan Peradilan yang berada di bawahnya, dalam lingkungan Peradilan Umum, Agama, Militer, Tata Usaha Negara dan sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal ini sangat jelas mengamanatkan untuk menyatukan semua lembaga peradilan di bawah satu atap di Mahkamah Agung. Perubahan UUD 45 mengharuskan adanya perombakan dan perubahan terhadap Kekuasaan Kehakiman untuk disesuaikan  dengan UUD 45. Perubahan tersebut dimulai dengan diubahnya UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman 3 dengan UU No. 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas UU No. 14  Tahun 1970 yang kemudian diganti dengan UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 13 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dikatakan bahwa organisasi, administrasi  dan finansial badan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan kekhususan peradilan di lingkungan masing-masing. Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 tersebut dikatakan, susunan, kekuasaan dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan UU tersendiri. Sesuai dengan amanat Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 tersebut, dibentuklah UU No. 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum dan UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan TUN dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 7  Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama serta UU Peradilan Militer.
Perluasan Tugas dan Wewenang Pengadilan Agama Pengadilan Agama merupakan salah satu kekuasaan kehakiman yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata tertentu bagi orang yang beragama Islam sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 2 UU No. 7 tahun 1989 tentang PA “Pengadilan Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini ”. Dengan demikian keberadaan Pengadilan Agama dikhususkan kepada warga negara Indonesia yang beragama Islam. Setelah UU No. 7 tahun 1989 diperbaharui dengan UU  No.3 tahun 2006, maka rumusan tersebut juga ikut berubah, hal  ini karena berkaitan dengan ruang lingkup kekuasaan dan wewenang pengadilan agama bertambah. Dengan adanya perubahan tersebut maka rumusan yang terdapat dalam pasal 2 UU No. 3 tahun 2006 adalah “ Pengadilan Agama adalah salah satu pelaku  kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu   sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini ”.  
Dalam penjelasan Pasal tersebut antara lain dinyatakan: “Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama sesuai ketentuan Pasal ini. Dari penjelasan Pasal 49 tersebut, maka seluruh nasabah lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah, atau bank konvensional yang membuka unit usaha syariah dengan sendirinya terikat dengan ketentuan ekonomi syariah, baik dalam pelaksanaan akad maupun dalam penyelesaian perselisihan.
Adapun sengketa di bidang ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah:
a.       Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya;
b.      Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah;
c.       Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah Selain dalam hal kewenangan sebagaimana diuraikan di atas,

Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 juga mengatur tentang kompetensi absolute (kewenangan mutlak) Pengadilan Agama. Oleh karena itu, pihak-pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan prinsip syariah (ekonomi syariah) tidak dapat melakukan pilihan hukum untuk diadili di Pengadilan yang lain. Apalagi, sebagaimana tercantum dalam”Dalam definisi pengadilan agama tersebut kata “Perdata” dihapus. Hal ini dimaksudkan untuk:
1)      Memberi dasar hukum kepada Pengadilan Agama dalam menyelesaikan pelanggaran atas undang-undang perkawinan dan peraturan pelaksanaannya.
2)      Untuk memperkuat landasan hukum Mahkamah Syariah dalam melaksanakan kewenangannya di bidang jinayah berdasarkan Qonun

Dalam pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 disebutkan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang : 
a.       Perkawinan
b.      Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, dan
c.       Wakaf dan shadaqoh

Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam  menjadi salah satu faktor pendorong berkembangnya hukum Islam di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan muamalah. Lembaga-lembaga ekonomi syari’ah tumbuh berkembang mulai dari lembaga perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, pasar modal syari’ah, dan pegadaian syari’ah. Perkembanagan ini tentunya juga berdampak pada perkembangan sengketa atau konflik dalam pelaksanaannya. Selama ini apabila terjadi konflik  dalam bidang ekonomi syari’ah harus melalui peradilan umum. Menyadari hal ini, maka dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2006 atas perubahan UU No. 7 tahun 1989 maka ruang lingkup Peradilan Agama diperluas ruang  lingkup tugas dan wewenang Pengadilan Agama Yaitu :
1.      Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a.       Perkawinan
b.      Kewarisan
c.       Wasiat
d.      Hibah
e.       Wakaf
f.       Zakat
g.      Shadaqah
h.      Infaq, dan
i.        Ekonomi syari’ah

Dalam penjelasan pasal 49 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah :
a.       Bank syari’ah
b.      Asuransi syari’ah
c.       Reasuransi syari’ah
d.      Reksadana syari’ah
e.       Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah
f.       Sekuritas syari’ah
g.      Pembiayaan syari’ah
h.      Pegadaian syari’ah
i.        Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah
j.        Bisnis syari’ah, dan
k.      Lembaga keuangan mikro syari’ah

2.      Diberikan tugas dan wewenag penyelesaian sengketa hak milik atau keperdataan lainnya.
Dalam pasal 50 UU No. 7 tahun 1989 disebutkan bahwa dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain daalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Demi terbentuknya pengadilan yang cepat dan efesien maka pasal 50 UU No.7 tahun 1989 diubah menjadi dua ayat yaitu : Ayat (1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lainnya dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, khususnya mengenai obyek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, ayat (2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) yang subyek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, obyek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49. Tujuan diberinya wewenang tersebut kepada Pengadilan Agama adalah untuk menghindari upaya memperlambat atau  mengulur waktu penyelesaian sengketa karena alasan aadanya sengketa hak milik atau keperdataan lainnya tersebut yang sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di Peradilan Agama
Pasca amandemen UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjadi UU No.3 Tahun 2006 dapat dimakanai sebagai politik hkum ekonomi syariah dengan cara memperluas kewenangan Pengadilan Agama.Dalam hal ini Peradilan agama memiliki kewenagan untuk menyelesikan sengketa ekonomi syariah  secara ligitasi atau peradilan formal.Amandemen tidak hanya memperluas kewenagan ,tetapi juga memberikan ruang lingkup yang jelas tentang sengketa ekonomi tidak hanya sebatas masalah perbankan saja ,tetapi meliputi lembaga keuangan mikro syariah,asuransi syariah,reasuransi syariah,reksadana syariah,obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah menengah syariah,sekuritas syariah,pembiayaan syariah,pegadaian syariah,dana pensiun lembaga keuangan syariah.
Dengan di syahkannya Kompilasi Hukum ekonomi syariah dengan Peraturan Mahkamah Agung  ( PERMA ) No.2 Tahun 2008 dan di Undangkannya  UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah pada tanggal 16 juli 2008 mendapat perhatian dari masyarakat pencari keadilan berkaitan dari persoalan ekonomi syariah yang di cantumkan dalam undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah adalah berkenaan dengan penyelesaian sengketa Perbankan syariah.Pasal 55 UU No.21 tahun 2008 menyatakan :
a)      Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.
b)      Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ),penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad.
c)      Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2 ) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

Ketentuan pasal 55 ayat ( 1 ) tersebut di atas adalah sejalan dengan pasal 49 huruf I Undang-undang No.3 tahun 2006 yang menyebutkan kewenangan Pengadilan agama adalah menyelesaikan sengketa ekonomi termasuk perbankan syariah.Penjelasan pasal 55 ayat ( 2 ) menyatakan : yang di maksud  dengan “Penyelesaian sengketa dilakukan sesuai isi akad ‘adanya upaya sebagai berikut :
a.       Musyawarah
b.      Mediasi
c.       Melalui Badan Arbitrase syariah Nasional ( Basyarnas ) atau Lembaga arbitrase lain; dan /atau
d.      Melalui Pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum.

Tahap-tahap pemeriksaan dalam persidangan
Tingkat Pertama
1.      Gugatan/Permohonan
2.      Jawaban/Rekonpensi
3.      Replik/jawaban Rekonpensi
4.      Duplik/Replik Rekonpensi
5.      Duplik Rekonpensi
6.      Pembuktian
7.      Kesimpulan
8.      Putusan
9.      Eksekusi (jika tidak ada upaya hokum banding dari yang dikalahkan).

Tingkat kedua (Banding)
1.      Memori Banding yang dibuat Pembanding/kuasanya
2.      Kontra Memori Banding yang dibuat Terbanding/kuasanya
3.      Eksekusi (jika tidak ada upaya hokum Kasasi dari yang dikalahkan)

Tingkat Kasasi
1.      Memori Kasasi yang dibuat Pemohon Kasasi/kuasanya
2.      Kontra Memori Kasasi yang dibuat Termohon
3.      Kasasi/kuasanya.
4.      Eksekusi dan PK tidak menunda pelaksanaan eksekusi. 

KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan di atas, sampailah pada beberapa kesimpulan sesbagai berikut :
 Penyelesaian sengketa Ekonomi syariah seharusnya dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad.Penyelesaian sengketa   Ekonomi Syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

SUMBER       :